
Transcription
BAB IIKAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIRA. Kajian Pustaka1. Penelitian TerdahuluPenelitian ini memberikan penilaian berupa baik atau buruknya fabelKompas melalui hubungan antarstruktur dan kesatuan ceritanya. Anak sebagaipembaca dan penikmat cerita memiliki kebatasan secara pengalaman, bahasa,dan pengisahan cerita, jadi penentuan kualitas fabel didasarkan pada strukturcerita yang menyusunnya. Keterbatasan anak itulah yang menuntut karya sastrayang disajikan untuk anak harus memiliki kualitas yang baik secara struktur,sehingga anak dapat dengan mudah memahami apa yang disampaikan cerita.Penelitian ini menggunakan teori strukturalisme Robert Stanton karena teori inidapat menjawab seluruh permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini.Penelitian ini juga menemukan formula cerita fabel yang menjadi ciri khasharian Kompas pada tahun 2015.Penulis menemukan beberapa penelitian yang bersinggungan dengantopik atau pun objek penelitian yang dipilih. Berikut adalah beberapa penelitiantersebut. Pertama penelitian mengenai cerita anak pada koran Kompas, yaitupenelitian oleh Burhan Nurgiyantoro yang berjudul Genre Sastra Anak diHarian Kompas Minggu. Objek penelitian ini adalah berbagai teks genre sastraanak yang dimuat dalam harian Kompas selama tahun 2005. Penelitian BurhanNurgiyantoro ini mengungkap bahwa harian Kompas Minggu menampilkan13
14empat genre sastra anak, yaitu cerita fiksi, puisi, bacaan nonfiksi, dan komik.Genre fiksi terdiri atas subgenre cerita realistik, fantasi, fabel, dan fabelmodern, genre puisi terdiri atas puisi ekspresif dan balada, bacaan nonfiksiterdiri atas bacaan informasional, sedang komik hanya berupa komik strip.Tiap genre dan subgenre menawarkan makna dan atau tema yang beragamyang menyangkut berbagai aspek kehidupan yang dalam jangkauan kejiwaananak.Skripsi Asra Hayati Syahrul Nova berjudul Nilai-Nilai Didaktis dalamCerita Anak Harian Kompas 2013 juga bersinggungan dengan topik penelitianini. Skripsi ini membahas mengenai nilai-nilai didaktis yang terdapat dalamcerita anak harian Kompas pada tahun 2013, yaitu religius, kejujuran dantanggung jawab, kerja keras dan disiplin, peduli, mandiri, cinta damai, hormatdan santun, kasih sayang, percaya diri, rendah hati dan dermawan, persatuan(nasionalisme), kerja sama, kreatif, dan menghargai prestasi. Berdasarkananalisis cerita anak pada harian Kompas tahun 2013 memiliki tema yangberagam, yaitu kesombongan, menyayangi binatang, kerja keras, mandiri,mencintai tanah air, percaya diri, peduli lingkungan, berbagi bersama,mencintai perdamaian, berpuasa, natal, kurban, salah sangka, kreatif, jujur,bersahabat, menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, tolong menolong danmenghormati guru.Skripsi dari Abdul Rahman Manurung dengan judul Analisis Nilai-NilaiMoral dalam Sastra Anak pada Harian Kompas Edisi Maret 2013. Skripsi inimembahas mengenai nilai moral yang terkandung dalam harian Kompas edisiMaret 2013. Ada sembilan nilai moral yang terdapat dalam cerita anak, yaitu
15kreatif, kesabaran, kerja keras, hati nurani, tanggung jawab dan hormat,keberanian, mandiri, cinta tanah air, dan tolong-menolong. Kreatif menjadi cirikhas dalam cerita anak harian Kompas edisi Maret 2013.Laporan penelitian Hasanuddin berjudul Nilai-Nilai Pendidikan Karakterdalam Teks Sastra Anak pada Cerita Anak Terbitan Harian Kompas.Penelitian itu menggunakan cerita anak edisi Juni-Juli 2012 dengan jumlah 8cerita anak. Laporan penelitian ini menyimpulkan bahwa (1) nilai-nilaipendidikan karakter keimanan dan ketakwaan dengan indikator sikap danperilaku percaya pada Tuhan Yang Maha Esa, mengerjakan perintah danlarangan Tuhan, amanah, bersyukur, ikhlas, dan nilai-nilai pendidikan karakterkepedulian dengan indikator sikap dan patuh pada aturan, sopan, santun,demokratis, toleransi, suka membantu, anti kekerasan, pemaaf, menjagakerahasiaan merupakan persoalan yang dijadikan tema utama di dalam tekssastra anak pada cerita anak harian Kompas; (2) nilai-nilai pendidikan karakterkecerdasan, nilai-nilai pendidikan karakter kejujuran, dan nilai-nilai pendidikankarakter ketangguhan merupakan persoalan yang dijadikan tema pendukungdalam cerita anak harian Kompas.Penelitian lain yang pernah dilakukan terhadap cerita anak adalahpenelitian dari A. Nuryadin berupa skripsi yang berjudul Nilai Nilai Akhlakdalam Cerita Anak Harian Kompas. Dalam skripsinya tersebut, Nuryadinmeneliti mengenai nilai-nilai akhlak yang dapat mendidik anak dan relevandengan ajaran Islam pada cerita anak harian Kompas. Penelitian iniberkesimpulan bahwa cerita anak Kompas berisi pendidikan akhlak untukanak-anak yang sesuai dengan ajaran akhlak pada agama Islam, yaitu akhlak
16terhadap diri sendiri dengan mengajarkan bersikap tawadhu, tidak sombong,dan amanah.Penelitian lain yang masih berkaitan adalah penelitian yang disusun olehArdi, Monicha, dkk. dengan judul Kecenderungan Tematis Cerita Anak DalamHarian Kompas Edisi Januari-Maret 2012: Kajian Sosiologi Sastra. Jurnal inimeneliti mengenai kecenderungan tema cerita anak Kompas edisi JanuariMaret 2012. Berdasarkan penelitian tersebut, peneliti menyimpulkan ada empattema yang ada di cerita anak Kompas, yaitu keluarga, kegigihan, kecerobohan,dan keegoisan.Kebaharuan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian inimenilai kualitas fabel anak harian Kompas dan dapat menemukan formulacerita yang menjadi ciri khas fabel harian Kompas pada tahun 2015. Penelitianini juga mengaplikasikan teori strukturalisme Stanton secara tepat. Mayoritaspenelitian-penelitian sebelumnya hanya meneliti kecenderungan tematisnyasaja, padahal hakikat dari strukturalisme adalah melihat kesatuan antarunsuryang menyusun cerita. Tidak seperti penelitian-penelitian sebelumnya yanghanya melihat kecenderungan genre, tema, dan nilai yang terkandung padacerita anak harian Kompas, penelitian ini dapat menentukan baik dan buruknyacerita dan menemukan formula khas cerita anak fabel yang dimiliki oleh harianKompas tahun 2015.2. Landasan TeoriPiaget (dalam Susanto, 2012: 90) mengungkapkan bahwa strukturdicirikan dengan beberapa sifat, yakni totalitas, transformasi, dan otoregulasi.
17Sifat struktur sebagai totalitas dapat diartikan bahwa struktur tidak dapatberdiri sendiri, tetapi merupakan satu kesatuan yang utuh. Transformasidiartikan sebuah struktur melakukan suatu proses dia bisa berubah. Otoregulasihampir mirip dengan transformasi, struktur memiliki sifat adaptif yang dapatmengatur dirinya sendiri.Konsep utama strukturalisme adalah melihat kesatuan dari hubunganhubungan antarstruktur penyusunnya. Teeuw (1988: 135) mengungkapkanbahwa analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkansecermat, seteliti, semendetail mungkin keterkaitan dan keterjalinan semuastruktur dan aspek karya sastra sehingga menghasilkan makna yangmenyeluruh.Strukturalisme Robert Stanton membagi elemen atau unsur-unsur dalamsebuah karya sastra yang bersifat fiksi ke dalam beberapa kategori, yaitu faktacerita, tema, dan sarana sastra. Ketiga unsur tersebut memiliki sifat yang salingberhubungan dan saling berkaitan antara unsur satu dengan unsur yang lain.a. Fakta-Fakta CeritaMenurut Stanton, fakta cerita atau struktur faktual terdiri atas karakter,alur, dan latar. Elemen-elemen ini berfungsi sebagai catatan kejadianimajinatif dari sebuah cerita. Struktur faktual merupakan salah satu aspekcerita. Struktur faktual cerita hanyalah salah satu cara bagaimana detaildetail diorganisasikan. Di samping itu, detail-detail tersebut jugamembentuk berbagai pola yang pada gilirannya akan mengemban tema.Menurutnya, cerita yang masuk akal bukan selalu berarti tiruankehidupan. Koherensi pengalaman adalah satu-satunya hal yang harus
18dikandungnya. Koherensi tersebut akan tampak meyakinkan karena bertautsatu sama lain. Pengalaman-pengalaman bisa tampak koheren karena hukumsebab-akibat yang menghubungkannya akrab dan menyatu dengan duniayang dialami. Sebaliknya, pengalaman pertama yang tidak lazim seperti kalamemasuki bangku kuliah atau pada saat mendaftar sebagai tentara rmaksudmengeksplorasi inkoherensi ini dalam ceritanya, hendaknya ia membatasisebab-akibat yang mengurai kejadian-kejadian di dalamnya. „Masuk akal‟dan „tidak terhindarkan‟ dipahami bukan sebagai alat untuk menilai sebuahcerita. Dua hal ini dimaksudkan agar sadar akan hukum sebab-akibat yangmempertautkannya (Stanton, 2012: 22-26).1. AlurAlur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuahcerita. Istilah alur biasanya terbatas pada peristiwa-peristiwa yangterhubung secara kausal saja. Peristiwa kausal merupakan peristiwa yangmenyebabkan atau menjadi dampak dari berbagai peristiwa lain dan tidakdapat diabaikan karena akan berpengaruh pada keseluruhan karya.Peristiwa kausal tidak terbatas pada hal-hal yang fisik saja, seperti ujaranatau tindakan, tetapi juga mencakup perubahan sikap karakter, kilasankilasan pandangannya, keputusan-keputusannya, dan segala yangmenjadi variabel pengubah dalam dirinya.Peristiwa-peristiwa yang tidak terhubung secara kausal seringdipandang „tidak relevan‟ terhadap alur dan kerap diabaikan dalampenulisan „ringkasan alur‟. Akan tetapi, sebuah cerita yang dianggap
19bagus jarang sekali mengandung peristiwa-peristiwa tidak relevan.Bahkan alur-alur tersebut lebih rekat dan padat jika dibandingkan denganalur lain. Semakin sedikit karakter dalam sebuah cerita, semakin rekatdan padat pula alur yang mengalir di dalamnya. Setiap adegan yangdilakukan oleh seorang karakter akan memengaruhi hubungannya dengankarakter-karakter lain. Pada gilirannya, reaksi yang ditimbulkan olehkarakter-karakter lain itu akan balik memengaruhinya. Tegangantegangan (aksi-reaksi saling memengaruhi) tersebut terus-menerusberlangsung hingga akhirnya menjadi stabil. Karya seperti ini biasanyamenekankan bahasannya pada hubungan-hubungan psikologis dan isuisu moral yang penting.Alur merupakan tulang punggung cerita. Berbeda dengan elemenelemen lain, alur dapat membuktikan dirinya sendiri meskipun jarangdiulas panjang lebar dalam sebuah analisis. Sebuah cerita tidak akanpernah seutuhnya dimengerti tanpa adanya pemahaman terhadapperistiwa-peristiwa yang mempertautkan alur, hubungan kausalitas, dankeberpengaruhannya. Sama halnya dengan elemen-elemen lain, alurmemiliki hukum-hukum sendiri; alur hendaknya memiliki bagian awal,tengah, dan akhir yang nyata, meyakinkan dan logis, dapat menciptakanbermacam kejutan, dan memunculkan sekaligus mengakhiri keteganganketegangan.Konflik dan klimaks merupakan dua elemen dasar yangmembangun alur. Dalam setiap karya fiksi setidak-tidaknya memiliki„konflik internal‟ (yang tampak jelas) yang hadir melalui hasrat dua
20orang karakter atau hasrat seorang karakter dengan lingkungannya.Konflik-konflik spesifik ini merupakan subordinasi satu „konflik utama‟yang bersifat eksternal, internal, atau dua-duanya. „Klimaks‟ adalah saatketika konflik terasa sangat intens sehingga ending tidak dapat dihindarilagi. Klimaks merupakan titik yang mempertemukan kekuatan-kekuatankonflik dan menentukan bagaimana oposisi tersebut dapat layaknyamungkinkehidupan,keseimbangan lah yang seringkali menjadi penyelesaian karena tidak adasatu kekuatan pun yang sepenuhnya kalah atau menang. Klimaks utamasering berwujud satu peristiwa yang tidak terlalu spektakuler. Klimaksutama tersebut acap kali sulit dikenali karena konflik-konflik subordinatpun memiliki klimaks-klimaksnya sendiri. Bahkan, bila konflik sebuahcerita mewujud dalam berbagai bentuk atau cara dan melalui beberapafase yang berlainan, akan sangat tidak mungkin menentukan „satu‟klimaks utama. Akan tetapi, memilih satu tentu tidak akan ada ruginyakarena pilihan tersebut masih dapat merangkum struktur cerita secaramenyeluruh (Stanton, 2012: 26-32).2. KarakterIstilah “karakter‟ biasanya dipakai dalam dua konteks. Kontekspertama, karakter merujuk pada individu –individu yang muncul dalamcerita seperti ketika ada orang yang bertanya; “Berapa karakter yang adadalam cerita itu?” Konteks kedua, karakter merujuk pada percampurandari berbagai kepentingan, keinginan, emosi, dan prinsip moral dari
21individu-individu tersebut seperti yang tampak implisit pada pertanyaan;“Menurutmu, bagaimanakah karakter dalam cerita itu?” Dalam sebagianbesar cerita dapat ditemukan satu „karakter utama‟ yaitu karakter yangterkait dengan semua peristiwa yang berlangsung dalam cerita.Alasan seorang karakter untuk bertindak sebagaimana yang ialakukan dinamakan „motivasi‟. „Motivasi spesifik‟ adalah alasan atasreaksi spontan, yang mungkin juga tidak disadari, yang ditunjukkan olehadegan atau dialog tertentu. „Motivasi dasar‟ adalah suatu aspek umumdari satu karakter atau dengan kata lain hasrat dan maksud yangmemandu sang karakter dalam melewati keseluruhan cerita. Arah yangdituju oleh „motivasi dasar‟ adalah arah tempat seluruh motivasi spesifikbermuara (Stanton, 2012: 33-35).3. LatarLatar adalah lingkungan yang melingkupi sebuah peristiwa dalamcerita, semesta yang berinteraksi dengan peristiwa-peristiwa yang sedangberlangsung. Latar dapat berwujud dekor seperti sebuah cafe di Paris,pegunungan di California, sebuah jalan buntu di sudut kota Dublin dansebagainya. Latar juga dapat berwujud waktu-waktu tertentu (hari, bulan,dan tahun), cuaca, atau satu periode sejarah. Meski tidak langsungmerangkum sang karakter utama, latar dapat merangkum orang-orangyang menjadi dekor dalam cerita.Dalam berbagai cerita dapat dilihat bahwa latar memiliki dayauntuk memunculkan tone dan mood emosional sang karakter. Toneemosional ini disebut dengan istilah atmosfer. Atmosfer bisa jadi
22merupakan cermin yang merefleksikan suasana jiwa sang karakter atausebagai salah satu bagian dunia yang berada di luar diri sang karakter(Stanton, 2012: 35-36).b. TemaTema merupakan aspek cerita yang sejajar dengan „makna‟ dalampengalaman manusia; sesuatu yang menjadikan suatu pengalaman begitudiingat. Ada banyak cerita yang menggambarkan dan menelaah kejadianatau emosi yang dialami manusia seperti cinta, derita, rasa takut,kedewasaan, keyakinan, pengkhianatan manusia terhadap diri sendiri, ataubahkan usia tua. Tema merupakan pernyataan generalisasi, akan sangattidak tepat diterapkan untuk cerita-cerita yang mengolah emosi karakterkarakternya. Ada beberapa istilah alternatif diajukan oleh para kritisi, tetapitidak satu pun yang sesuai. „Tema‟ disebut juga „gagasan utama‟, dan„maksud utama‟ secara fleksibel, tergantung pada konteks yang ada. Temamenyorot dan mengacu pada aspek-aspek kehidupan sehingga nantinyaakan ada nilai-nilai tertentu yang melingkupi cerita.Cara paling efektif untuk mengenali tema sebuah karya adalah denganmengamati secara teliti setiap konflik yang ada di dalamnya. Kedua hal iniberhubungan sangat erat dan konflik utama biasanya mengandung sesuatuyang sangat berguna jika benar-benar dirunut. Setiap aspek cerita turutmendukung kehadiran tema. Oleh karena itu, pengamatan harus dilakukanpada semua hal seperti peristiwa-peristiwa, karakter-karakter, atau bahkanobjek-objek yang sekilas tampak tidak relevan dengan alur utama. Jika
23relevansi hal-hal tersebut dengan alur dapat dikenali, keseluruhan ceritaakan terbentang gamblang. Selama menganalisis, hendaknya berpegangteguh pada yang telah diniatkan sejak awal (menemukan tema yang „sesuai‟dengan cerita). Tema tersebut hendaknya memberi makna dan disugestikanpada dan oleh tiap bagian cerita secara simultan (Stanton, 2012: 36-46).c. Sarana SastraSarana-sarana sastra dapat diartikan sebagai metode (pengarang)untuk memilih dan menyusun detail cerita agar tercapai sesuatu yangbermakna. Metode semacam ini perlu karena dengan adanya sarana-saranasastra seperti tone dan gaya, serta sudut pandang, pembaca dapat melihatberbagai fakta melalui pandangan pengarang, memahami maksud faktafakta tersebut sehingga pengalaman pun dapat dibagi. Sarana-sarana palingsignifikan di antara berbagai sarana yaitu karakter utama, konflik utama,dan tema utama.Tiga sarana ini merupakan „kesatuan organis‟ cerita. Ketigatiganya terhubung demikian erat; ketiga-tiganya menjadi fokus cerita itusendiri. Istilah „kesatuan organis‟ berarti bahwa setiap bagian cerita,bagaimanapun sifatnya-setiap karakter, konflik, dan tema sampingan, setiapperistiwa, setiap pola menjadi elemen penyusun tiga hal di atas. Bila prinsipini diterapkan dengan sebenar-benarnya, analisis akan berhasil (Stanton,2012: 46-51).1.JudulJudul selalu relevan terhadap karya yang diampunya sehinggakeduanya membentuk satu kesatuan. Pendapat ini dapat diterima ketika
24judul mengacu pada sang karakter utama atau satu latar tertentu. Akantetapi, penting untuk selalu waspada bila judul tersebut mengacu padasatu detail yang tidak menonjol. Judul semacam ini acap (terutama sekalidalam cerita) menjadi petunjuk makna cerita bersangkutan (Stanton,2012: 51).2.Sudut PandangDari sisi tujuan, sudut pandang terbagi menjadi empat tipe utama.Meski demikian, perlu diingat bahwa kombinasi dan variasi dari keempattipe tersebut bisa sangat tidak terbatas. Pada „orang pertama-utama‟, sangkarakter utama bercerita dengan kata-katanya sendiri. Pada „orangpertama-sampingan‟, cerita dituturkan oleh satu karakter bukan utama(sampingan). Pada „orang ketiga-terbatas‟, pengarang mengacu padasemua karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga, tetapi hanyamenggambarkan yang dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu orangkarakter saja. Pada „orang ketiga-tidak terbatas‟, pengarang mengacupada setiap karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga.Pengarang juga dapat membuat beberapa karakter melihat, mendengar,atau berpikir atau saat ketika tidak ada satu karakter pun hadir.Empat sudut pandang seperti yang telah dijelaskan sebelumnyasama-sama memiliki keunggulan dan kelemahan. Sudut pandang orangpertama-utama memungkinkan pembaca untuk mengalami yang dialamioleh si karakter utama sehingga pembaca dapat „menjalaninya‟ seolaholah nyata. Akan tetapi, pembaca akan kesulitan ketika harus berpikirseperti layaknya si karakter. Dalam konteks ini, pembaca, si karakter, dan
25pengarang melebur jadi satu. Agar dapat mengenali keunikan dalam angmemisahkannya dari pengarang.Pada sudut pandang orang pertama-bukan utama (sampingan), sangnarator dapat menggambarkan si karakter utama secara langsungsekaligus mengomentari perilakunya. Keunggulan lain, pengarang caramenyembunyikan pemikiran si karakter utama. Akan tetapi, masalahbaru akan muncul sesudahnya. Apabila opini sang narator berbedadengan sudut pandangnya sendiri, pengarang harus membiarkan pembacatahu keterbatasan sang narator. Selain itu, pengarang juga harus mencaricara untuk menjelaskan kehadiran sang narator dan menceritakan seluruhperistiwa yang menarik.Sama halnya dengan sudut pandang orang pertama-utama, orangketiga terbatas memungkinkan pembaca untuk mengetahui jalan pikiranseorang karakter (biasanya karakter utama). Akan tetapi, sudut pandangini menghalangi pengetahuan pembaca terhadap alur yang dapatdimengerti oleh si karakter dan menutup kemungkinan bagi pembacauntuk tahu apa yang dipikirkan karakter lain terhadap karakter ini.Kelebihannya, pengarang dapat menggambarkan dan mengomentari sangkarakter secara langsung. Akan tetapi, kebanyakan pengarang modernlebih memilih untuk berhati-hati menerapkan teknik ini.Para pengarang modern pasti akan mengatakan yang telahdiutarakan dan diperbuat oleh si karakter, dan tentu saja, menggambarkan
26penampilannya. Hanya saja, mereka biasanya menolak mengomentarikarakter ini secara langsung. Alasannya, komentar pengarang tampakberdiri „di luar‟ karakter tersebut, seolah-olah berada di antara pembacadan pengalaman si karakter. Pengarang modern akan lebih memilih„menunjukkan‟ ketimbang „memberi tahu‟.Kesimpulan yang terlihat bahwa setiap sudut pandang memilikikelebihan dan kekurangan. Pilihan yang diambil pengarang harus selalubergantung pada problem yang mengemuka dalam ceritanya. Sudutpandang yang dipilih terkadang merupakan campuran dari beberapasudut pandang. Meski sebagian besar cerita yang ditulis oleh seorangpengarang dituturkan lewat orang ketiga-terbatas, pengarang tersebutmasih dapat mengisahkan satu atau dua adegan lewat kaca mata karakterkedua (Stanton, 2012: 52-60).3.Gaya dan ToneGaya adalah cara pengarang dalam menggunakan bahasa. Duaorang pengarang memakai alur, karakter, dan latar yang sama, hasiltulisan keduanya bisa sangat berbeda. Perbedaan tersebut secara umumterletak pada bahasa dan menyebar dalam berbagai aspek sepertikerumitan, ritme, panjang-pendek kalimat, detail, humor, kekonkretan,dan banyaknya imaji dan metafora. Campuran dari berbagai aspek di atas(dengan kadar tertentu) akan menghasilkan gaya.Untuk meningkatkan pengetahuan tentang gaya, pembaca harusmembaca banyak cerita dari berbagai pengarang. Beberapa pengarangmungkin memiliki gaya yang unik dan efektif sehingga dapat dengan
27mudah dikenali bahkan pada saat pembacaan pertama. Gaya semacam inijuga dapat memancing ketertarikan pembaca. Gaya juga bisa terkaitdengan maksud dan tujuan sebuah cerita. Seorang pengarang mungkintidak „memilih‟ gaya yang sesuai bagi dirinya, akan tetapi gaya tersebutjustru pas dengan tema cerita. Jadi, gaya dan tema menampilkanpengarang yang sama. Satu elemen yang amat terkait dengan gaya adalah‘tone’.Tone adalah sikap emosional pengarang yang ditampilkan dalamcerita. Tone bisa menampak dalam berbagai wujud, baik yang ringan,romantis, ironis, misterius, senyap, bagai mimpi, atau penuh perasaan.Ketika seorang pengarang mampu berbagi „perasaan‟ (bahasa Inggris:mood) dengan sang karakter dan ketika perasaan itu tercermin padalingkungan, tone menjadi identik dengan „atmosfer‟. Pada porsi tertentu,tone dimunculkan oleh fakta-fakta; satu cerita yang mengisahkan seorangpembunuh berkapak akan memunculkan tone „gila‟. Akan tetapi, yangterpenting adalah pilihan detail pengarang ketika menyodorkan faktafakta itu dan tentu saja, gaya pengarang sendiri (Stanton, 2012: 61-64).4.SimbolismeSimbol berwujud detail-detail konkrit dan faktual dan memilikikemampuan untuk memunculkan gagasan serta emosi dalam pikiranpembaca. Dengan ini, pengarang membuat maknanya jadi „tampak‟.Simbol dapat berwujud apa saja, dari sebutir telur hingga latar ceritaseperti satu objek, beberapa objek bertipe sama, substansi fisik, bentukgerakan, warna, suara, atau keharuman. Semua hal tersebut dapat
nusia,ketidakacuhan alam terhadap penderitaan manusia, ambisi yang semu,kewajiban manusia, atau romantisme masa muda.Dalam fiksi, simbolisme dapat memunculkan tiga efek yangmasing-masing bergantung pada bagaimana simbol bersangkutandigunakan. Pertama, sebuah simbol yang muncul pada satu kejadianpenting dalam cerita menunjukkan makna peristiwa tersebut. Dua, satusimbol yang ditampilkan berulang-ulang mengingatkan akan beberapaelemen konstan dalam semesta cerita. Tiga, sebuah simbol yang munculpada konteks yang berbeda-beda akan membantu menemukan tema.Simbolisme sastra lebih menimbulkan persoalan bagi pembaca jikadibandingkan dengan sarana-sarana lain. Simbolisme sering dijumpaidalam peristiwa-peristiwa seperti dalam percakapan sehari-hari, ritualkeagamaan, periklanan, pakaian, bahkan mobil. Simbol kebanyakanberwujud fakta-fakta logis dan simbol kesastraan menampilkan maknayang tidak diampu oleh simbol konvensional. Ada dua persoalanpembaca yang dapat diidentifikasi yaitu (1) mengenali detail-detailtertentu, apakah merupakan simbol dan (2) menemukan artinya.Pengarang dapat menonjolkan satu detail dengan menggambarkannyasecara berlebihan ketimbang keperluan faktualnya; membuatnya tampaktidak biasa tanpa satu alasan pun, menjadikannya judul, dan sebagainya.Apapun metode yang dipakai, apabila sebuah detail ditonjolkan secaraberlebihan melampaui kepentingannya dalam alur cerita, detail tersebutkemungkinan besar adalah simbol.
29Langkah selanjutnya adalah menemukan makna dari simbol. Salahsatu simbol yang khas adalah „momen kunci‟ atau „momen pencerahan‟(dua istilah ini sering dipakai oleh para kritisi). Momen simbolis, momenkunci, atau momen pencerahan adalah tabula tempat seluruh detail yangterlihat dan hubungan fisis mereka dibebani oleh makna. Akan tetapi,pada sebagian besar cerita, satu momen simbolis dapat merangkummakna keseluruhan cerita. Secara teknis, momen simbolis itumerepresentasikan resolusi konflik utama dari cerita. Momen simbolis inikerap disalahartikan sebagai klimaks, namun keduanya bias dibedakandengan mudah. Klimaks merupakan momen tempat ada sesuatu „terjadi‟;sesuatu yang „terjadi‟ ini menentukan nasib dari para karakter.Sebaliknya, momen simbolis hanya sekedar „representasi‟ dari hal yangtelah terjadi (Stanton, 2012: 64-71).5.IroniSecara umum, ironi dimaksudkan sebagai cara untuk menunjukkanbahwa sesuatu berlawanan dengan yang telah diduga sebelumnya. yangdikategorikan „bagus‟). Bila dimanfaatkan dengan benar, ironi dapatmemperkaya cerita seperti menjadikannya menarik, menghadirkan efekefek tertentu, humor, atau pathos, memperdalam karakter, merekatkanstruktur alur, menggambarkan sikap pengarang, dan menguatkan tema.Untuk memahami cara kerja ironi, hendaknya dipahami dulu jenisjenisnya.
30Dalam dunia fiksi, ada dua jenis ironi yang dikenal luas, yaitu„ironi dramatis‟ dan „tone ironis‟. „Ironi dramatis‟ atau ironi alur dansituasi biasanya muncul melalui kontras diametris antara penampilan danrealitas, antara maksud dan tujuan seorang karakter dengan hasilnya, atauantara harapan dengan apa yang sebenarnya terjadi. Pasangan elemenelemen tersebut terhubung satu sama lain secara logis (biasanya melaluihubungan kausal atau sebab-akibat). „Tone ironis‟ atau „Ironi verbal‟digunakan untuk menyebut cara berekspresi yang mengungkapkanmakna dengan cara berekspresi yang mengungkapkan makna dengancara berkebalikan. Sudut pandang orang pertama utama adalah saranayang cukup baik untuk mengeksplorasi ironi verbal. Sang naratormengungkapkan berbagai prasangka, kontradiksi, dan dugaan tanpa sadarsehingga malah menunjukkan kelemahan karakternya sendiri (Stanton,2012: 74).B. Kerangka PikirPenelitian terhadap fabel anak pada harian Kompas tahun 2015 inimenggunakan teori strukturalisme Robert Stanton. Teori strukturalisme RobertStanton ini dapat menjawab segala permasalahan yang ditemukan dalampenelitian. Strukturalisme Robert Stanton ini melihat kualitas cerita melaluikesatuan antarunsur yang menyusun cerita. Adapun kerangka pikir yangdigunakan untuk menganalisis fabel anak pada harian Kompas tahun 2015 adalahsebagai berikut.
311.Pada tahap awal, penulis menentukan objek penelitian, yaitu cerita anak padaharian Kompas tahun 2015. Kemudian dilakukan pengamatan ungguh,penulismengarahkan objek penelitian kepada fabel anak pada harian Kompas tahun2015.2.Tahap berikutnya adalah membaca keseluruhan fabel yang ada dalam ceritaanak harian Kompas tahun 2015. Kemudian, dipilih tiga fabel yang dirasapaling tepat untuk anak untuk kemudian dikaji lebih dalam.3.Berikutnya adalah mengklasifikasikan data dengan menggunakan teoristrukturalisme Robert Stanton. Setiap fabel dianalisis struktur ceritanya, yaitufakta cerita, tema, dan sarana sastra. Kemudian fabel dianalisis kesatuanceritanya, berupa kesatuan organik, kesatuan cerita, dan kesatuan dunia.Lahkah berikutnya adalah menilai kualitas fabel berdasarkan hubunganantarstrukturnya. Melalui tahap-tahap analisis sebelumnya, dapat ditemukanformula khas cerita anak fabel harian Kompas tahun 2015.4.Tahap terakhir adalah menarik kesimpulan berupa kualitas cerita anak fabelpada harian Kompas tahun 2015 melalui hubungan antarunsurnya. Kemudian,menemukan formula khas yang menyusun fabel anak pada harian Kompastahun 2015. Untuk lebih detail, kerangka pikir pada penelitian ini dapatdilihat pada bagan berikut.
32Bagan Kerangka PikirCerita Anak Fabel Harian Kompas pada Tahun2015: Kajian Strukturalisme Robert StantonFabel Harian Kompas Tahun 2015Fakta CeritaTemaKesatuanKualitas Fabel harianKompas tahun 2015Formula Cerita Fabelharian Kompas tahun 2015SimpulanSarana Sastra
dan pengisahan cerita, jadi penentuan kualitas fabel didasarkan pada struktur cerita yang menyusunnya. Keterbatasan anak itulah yang menuntut karya sastra yang disajikan untuk anak harus memiliki kualitas yang baik secara struktur, sehingga anak dapat dengan mudah memahami apa yang disampaikan cerita.