
Transcription
NILAI-NILAI KE-BHINNEKA TUNGGAL IKA-AN DALAMMATA PELAJARAN PENDIDIKAN PANCASILA DANKEWARGANEGARAAN1Dikdik Baehaqi Arif, M.Pd2Dra. Siti Zuliyah, M.Si3A. PendahuluanSecara empirik, masyarakat Indonesia adalah sebuah masyarakat yangmajemuk (plural society). Dalam kajian Furnival (Hefner, 2007, p. 16; Nasikun,2007, p. 33) masyarakat majemuk dipahami sebagai masyarakat yang terdiri daridua atau lebih elemen atau tatanan sosial yang hidup berdampingan, namun tanpamembaur dalam satu unit politik yang tunggal. Hefner (2007) memperkuatpernyataan Furnival di atas dengan menggambarkan tantangan pluralisme budayayang dimiliki Indonesia secara lebih mencolok dan dianggap sebagai lokus klasikbagi bentukan masyarakat majemuk. Clifford Geertz (1996) sebagaimana ditulis(Hardiman, 2002) mengakui sulit melukiskan anatomi Indonesia secara persis.Negara ini, bukan saja multietnis (seperti Dayak, Kutai, Makasar, Bugis, Jawa,Sunda, Batak, Aceh, Flores, Bali, dan seterusnya), tetapi juga menjadi medanpertarungan pengaruh multimental dan ideologi (seperti India, Cina, Belanda,Portugis, Hinduisme, Budhisme, Konfusianisme, Islam, Kristen, Kapitalisme, danseterusnya). Geertz juga melukiskan Indonesia sebagai sejumlah ‘bangsa’ denganukuran, makna dan karakter yang berbeda-beda yang melalui sebuah narasi agungyang bersifat historis, ideologis, religius atau semacam itu disambung-sambungmenjadi sebuah struktur ekonomis dan politis bersama.Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk itu, ada dua istilah yangpenting dipahami yaitu kemajemukan (pluralitas) dan keanekaragaman(heterogenitas). Pluralitas sebagai kontraposisi dari singularitas mengindikasikanadanya suatu situasi yang terdiri dari kejamakan, dan bukan ketunggalan(Kusumohamidjojo, 2000, p. 45). Artinya, dalam “masyarakat Indonesia” dapatdijumpai berbagai subkelompok masyarakat yang tidak bisa disatukelompokkansatu dengan yang lainnya. Adanya tidak kurang dari 500 suku bangsa di Indonesiamenegaskan kenyataan itu. Demikian pula halnya dengan kebudayaan mereka.Sementara heterogenitas yang merupakan kontraposisi dari homogenitasmengindikasikan suatu kualitas dari keadaan yang menyimpan ketidaksamaandalam unsur-unsurnya (Kusumohamidjojo, 2000, p. 45). Artinya, masing-masingsubkelompok masyarakat itu beserta kebudayaannya bisa sungguh-sungguhberbeda satu dari yang lainnya. Dalam tulisan ini, pluralitas dan heterogenitasakan dipakai secara bergantian sebagai kebhinnekaan.Disampaikan dalam “Pelatihan Penerapan Kurikulum 2013 MGMP PKn SMP Kota Yogyakarta”Kamis, 26 September 2013, di R. PPG PPKn Kampus 2 UAD Yogyakarta2Dosen Program Studi PPKn FKIP UAD. E-mail: [email protected] HP. 0813940369443Dosen Program Studi PPKn FKIP UAD. E-mail: [email protected] HP. 0817541 04271Nilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 1
Realitas kebhinnekaan Indonesia dilukiskan Kusumohamidjojo (2000, p.16) dalam dua dimensi, geografis dan etnografis. Pertama, dimensi geografissebagaimana hasil pengamatan dari Alfred Wallace dan Weber yang kemudiandikukuhkan dalam Geografi sebagai Garis Wallacea yang membentang dari LautSulu di utara melalui selat Makasar hingga ke Selat Lombok di selatan, dan GarisWeber yang membentang dari pantai barat Pulau Halmahera di utara melalui LautSeram hingga ke Laut Timor di selatan. Garis Wallacea dan Weber secara fisikogeografis membedakan Dangkalan Sunda di sebelah Barat (yang meliputi pulaupulau Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan Bali) dari Dangkalan Indonesia Tengah(yang meliputi pulau-pulau Sulawesi dan sebagian pulau-pulau Nusa Tenggarasebelah Barat), dan dari Dangkalan Sahul di sebelah timur (yang meliputikepulauan Halmahera, Aru dan Papua). Perbedaan itu merupakan akibat dariproses perkembangan fisiko-geografis yang ditinggalkan oleh akhir Zaman Es.Kebedaan geografis itu berakibat menentukan pada perbedaan dunia flora danfauna dari masing-masing kelompok kepulauan itu.Dimensi kedua adalah dimensi yang etnografis, yang merupakanperpaduan konsekuensi dari dimensi fisiko-geografis dan proses migrasi bangsabangsa purba. Dalam kerangka dimensi entografis itu kita dapat melihat adanyaperbedaan etnis pada penduduk yang mendiami berbagai pulau-pulau Nusantara.Dari hasil penelitian yang dilakukan seorang Antropolog Junus Melalatoa (1995)yang kemudian hasil penelitian ini diterbitkan sebagai Ensiklopedi Suku Bangsa diIndonesia (Melalatoa, 1995) diketahui adanya tidak kurang dari 500 suku bangsayang mendiami wilayah negara yang kita sepakati bersama-sama bernamaIndonesia ini, mereka mendiami sekitar 17.000 pulau besar dan kecil, berpenghuniatau tidak berpenghuni. Karakteristik kebhinnekaan masyarakat Indonesia itunampak dalam tabel berikut:Tabel 1 Karakteristik Kebhinnekaan Masyarakat IndonesiaGeografisEtnografisDangkalan Sunda(Indonesia Barat) Sumatera Kalimantan Jawa Bali AcehPadangJawaSundaMaduraBaliBanjardll.Dangkalan IndonesiaTengah Sulawesi Sebagian pulaupulau NusaTenggara sebelahBarat Makasar Bugis Luwu Toraja Butung Gorontalo Menado dll.Dangkalan Sahul(Indonesia Timur) KepulauanHalmahera Aru Papua DaniAsmatBiakSeruiSentaniWaropenGuaidll.Sumber: (Arif, 2008)Nilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 2
Kebhinnekaan yang ada di Indonesia sebenarnya sudah taken for granted, bukankarena hadirnya para pendatang baru yang berlainan etnik, ras atau agama,melainkan karena sejak dulu masyarakat Indonesia memang plural sekaligusheterogen.Dalam perspektif lain, kebhinnekaan bangsa Indonesia dapat dilihat baiksecara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal, kebhinnekaan bangsa kitadapat dilihat dari perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, pemukiman, pekerjaan,dan tingkat sosial budaya. Sedangkan secara horizontal, kebhinnekaan bangsaIndonesia dapat dilihat dari perbedaan agama, etnis, bahasa daerah, geografis,pakaian, makanan, dan budayanya.Dalam masyarakat Indonesia yang plural dan sekaligus heterogen,tersimpan kekuatan yang sangat besar (sebagai modal sosial dan budaya) berupaberagam adat istiadat, agama dan kepercayaan, bahasa yang berjenis-jenis yangmenjadi pengikat kelompok-kelompok masyarakat untuk bersatu menentangpenjajahan. Sifat kebhinnekaan Indonesia justru lebih memperkuat keinginanuntuk bersatu dalam mencapai cita-cita bersama. Oleh karena itu kebhinnekaanmasyarakat Indonesia perlu dilihat sebagai sesuatu yang cair dengan tujuan adil,makmur dan bermartabat bagi tiap warga negara. Cair dalam arti bahwa adakebutuhan situasional dan konstekstual yang perlu diperbaharui dan/atau direvisidari waktu ke waktu atau perubahan waktu (Arif, 2008).Hal di atas relevan dengan pernyataan Benedict Anderson (Anderson,2002) yang dengan tepat melihat kekuatan pengikat tersebut sebagai adanya suatukeinginan untuk membentuk komunitas-komunitas terbayang (imaginedcommunities). Dikatakan sebagai komunitas-komunitas terbayang karena paraanggota bangsa terkecil sekalipun tidak bakal tahu dan tidak kenal sebagian besaranggota lainnya, tidak akan bertatap muka dengan mereka itu, bahkan mungkintidak pula pernah mendengar tentang mereka. Semuanya menjadi konsepkomunitas politik ketika ditiupkan konsep sebuah bayangan tentang kebersamaanmereka yang pada saat yang sama komunitas itu berubah menjadi sesuatu yangterbayang berada dalam bangunan bayang-bayang citra sebagai komunitas politikdan ingin menyatukan semua yang berada dalam batas-batas kesamaan itu(Dhakidae, 2002). Dalam arti itu, bangsa Indonesia adalah proyeksi ke depan dansekaligus ke belakang. Karena itu tidak pernah dikatakan bangsa itu “lahir”melainkan ia “hadir” dalam formasi sebagai suatu historical being sebagaimanadikatakan komunitas-komunitas terbayang yang didasarkan pada berbagai faktorbahasa, etnisitas, adat-istiadat, memori dan sejarah orang-orang yang tinggal dikepulauan Nusantara yang beranekaragam.Selain memberikan side effect (dampak) positif sebagaimana diuraikan diatas, dalam masyarakat Indonesia yang plural dan heterogen, tersimpan dampaknegatif, sebab karena faktor kebhinnekaan itulah justru sering memicu timbulnyakonflik antarkelompok masyarakat. Konflik-konflik antarkelompok masyarakattersebut akan melahirkan distabilitas keamanan, sosio-ekonomi, dan ketidakharmonisan sosial (social disharmony).Nilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 3
Tabel 2 Sisi Positif dan Negatif Kebhinnekaan Masyarakat Indonesia UnsurKebhinnekaanetnik,budaya,agama dankepercayaan,bahasa,dllSisi positif pengikat kelompokmasyarakat untuk bersatumenentang penjajah sifat kebhinnekaanmemperkuat keinginan untukbersatu dalam mencapai citacita bersamaSisi negatif memicu timbulnya konflikantarkelompok masyarakat distabilitas keamanan, distabilitas sosio-ekonomi ketidakharmonisan sosial(social disharmony)Sumber: (Arif, 2008)Realitas masyarakat Indonesia yang plural dan heterogen dapatdiilustrasikan sebagai sebuah mozaik dimana keutuhan dan keserasiannyaditopang oleh perbedaan unsur-unsurnya yang berasal dari keanekaragaman yangada dalam masyarakat. Dengan demikian, masyarakat Indonesia dibentuk daripertemuan berbagai macam warna dari kelompok masyarakat pendukungnya.B. Nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran PPKnUpaya membingkai masyarakat Indonesia yang berbhinneka tidak bisataken for granted atau trial and error (Azra, 2006, p. 153), tetapi sebaliknya harusdiupayakan secara sistematis, programatis, integrated dan berkesinambungan.H.A.R Tilaar mengemukakan bahwa suatu masyarakat yang pluralistis danmultikultural tidak mungkin dibangun tanpa adanya manusia yang cerdas danbermoral (Tilaar, 2004, p. 100). Selain berperan untuk meningkatkan mutu bangsaagar dapat duduk sama rendah, berdiri sama tinggi dengan negara-negara lain,pendidikan juga berperan memberi perekat berbagai perbedaan di antarakomunitas kultural atau kelompok masyarakat yang memiliki latar belakangbudaya berbeda agar komitmen dalam berbangsa dan bernegara semakinmeningkat.Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidupmanusia dalam segala aspek kehidupan manusia. Menurut ketentuan pasal 1 angka(1) UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikanadalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan prosespembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinyauntuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa dan negara.Dalam sejarah umat manusia, hampir tidak ada kelompok manusia yangtidak menggunakan pendidikan sebagai alat pembudayaan dan peningkatankualitasnya, sekalipun dalam masyarakat yang masih terbelakang (primitif).Pendidikan sebagai usaha sadar yang dibutuhkan untuk menyiapkan anak manusiademi menunjang perannya di masa datang.Nilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 4
Pada bulan Oktober 1994 di Jenewa, UNESCO merekomendasikan empatpesan dalam pendidikan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkankemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalamkebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya sertamengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja samadengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri danmendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yangmemperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi danmasyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuanmenyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Karena itu, keempat,pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diridiri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangunsecara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi danmemelihara.Dalam kerangka itu, posisi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) atauPendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) sebagai program kurikuler disekolah memiliki peran penting dalam mendukung rekomendasi UNESCOtersebut. Dalam penjelasan huruf b Pasal 77I dan 77J PP No. 32 Tahun 2013tentang Perubahan PP No. 19 Tahun 205 tentang Standar Nasional Pendidikandisebutkan bahwa pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentukPeserta Didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanahair dalam konteks nilai dan moral Pancasila, kesadaran berkonstitusi UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, nilai dan semangat BhinnekaTunggal Ika, serta komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.Pembacaan kita tentang ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam mata pelajaranPKn/PPKn tingkat SMP/MTs dan SMA/MA dapat ditelusuri dalam duakurikulum yang saat ini berlaku, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, dandalam Kurikulum 2013 berdasarkan Permendikbud No. 68 Tahun 2013 tentangKerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Pertama/MadrasahTsanawiyah, dan Permendikbud No. 69 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar danStruktur Kurikulum Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah.Dalam KTSP, kajian tentang nilai ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dapat kitabaca di kelas X Semester 2Tabel 3 Standar Isi PKn yang memuat nilai ke-bhinneka tunggal ika-anStandar Kompetensi5. Menghargai persamaankedudukan warga negaradalam berbagai aspekkehidupanKompetensi Dasar5.1 Mendeskripsikan kedudukan warga negaradan pewarganegaraan di Indonesia5.2 Menganalisis persamaan kedudukan warganegara dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan negara5.3 Menghargai persamaan kedudukan warganegara tanpa membedakan ras, agama,gender, golongan, budaya, dan sukuNilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 5
Sementara itu, dalam Kurikulum 2013, muatan nilai-nilai ke-BhinnekaTunggal Ika-an dapat kita telusuri dari Kompetensi Dasar Mata Pelajaran PPKnberikut:Kelas VII2.3 Menghargai sikap toleran terhadap keberagaman suku, agama, ras, budaya, dangender3.6 Memahami keberagaman suku, agama, ras, budaya, dan gender3.7 Memahami pengertian dan makna Bhinneka Tunggal Ika4.6 Berinteraksi dengan teman dan orang lain berdasarkan prinsip salingmenghormati, dan menghargai dalam keberagaman suku, agama, ras, budaya,dan gender4.7 Menyaji hasil telaah tentang makna Bhinneka Tunggal IkaKelas VIII2.3 Menghargai sikap kebersamaan dalam keberagaman masyarakat sekitar3.6 Memahami makna keberagaman dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika4.6 Menyaji hasil telaah tentang kerjasama dalam masyarakat yang beragam dalambingkai Bhinneka Tunggal Ika4.8 Berinteraksi dengan teman dan orang lain berdasarkan prinsip salingmenghormati, dan menghargai dalam keberagaman suku, agama, ras, budaya,dan genderKelas IX2.4 Menghargai sikap toleransi dan harmoni keberagaman dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia3.5 Memahami masalah-masalah yang muncul dalam keberagaman masyarakat dancara pemecahannya4.5 Menalar penyelesaian masalah yang muncul dalam keberagaman masyarakat4.7 Berinteraksi dengan teman dan orang lain berdasarkan prinsip salingmenghormati, dan menghargai dalam keberagaman suku, agama, ras, budaya,dan genderKelas X2.4 Mengamalkan sikap toleransi antarumat beragama dan kepercayaan dalamhidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.2.5 Mengamalkan perilaku toleransi dan harmoni keberagaman dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia.3.7 Menganalisis indikator ancaman terhadap negara dalam membangun integrasinasional dengan bingkai BhinnekaTunggal Ika.Nilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 6
4.9.1 Berinteraksi dengan teman dan orang lain berdasarkan prinsip salingmenghormati, dan menghargai dalam keberagaman suku, agama, ras, budaya,dan genderKelas XI1.3 Menghayati persamaan kedudukan warga negara tanpa membedakan ras, agamadan kepercayaan, gender, golongan, budaya, dan suku dalam kehidupanbermasyarakat, berbangsa, dan bernegara2.4 Menghayati berbagai dampak dan bentuk ancaman terhadap negara dalammempertahankan Bhinneka Tunggal Ika.3.7 Menganalisisstrategi yang telah diterapkan oleh negara dalam mengatasiancaman untuk membangun integrasi nasional dalam bingkai Bhinneka TunggalIka4.10.1 Berinteraksi dengan teman dan orang lain berdasarkan prinsip salingmenghormati, dan menghargai dalam keberagaman suku, agama, ras, budaya,dan genderKelas XII1.3 Menghayati jiwa toleransi antarumat beragama dalam kehidupan berbangsa danbernegara.2.4 Mengamalkan tanggungjawab warga negara untuk mengatasi ancaman terhadapnegara3.6 Menganalisis strategi yang diterapkan negara Indonesia dalam menyelesaikanancaman terhadap negara dalam memperkokoh persatuan dengan bingkaiBhinneka Tunggal Ika4.8.1 Berinteraksi dengan teman dan orang lain berdasarkan prinsip salingmenghormati, dan menghargai dalam keberagaman suku, agama, ras, budaya,dan gender.Apabila kita cermati Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar danKompetensi Standar di atas, baik dalam KTSP maupun dalam Kurikulum 2013,ada beberapa konsep yang menjadi nilai inti pesan kebhinnekaan dalam matapelajaran PKn/PPKn. Konsep itu adalah: keberagaman etnis dan ras, agama,budaya, gender, dan toleransi.1. Kelompok Etnis dan RasPerkataan etnis berasal dari kata ethnos yang dalam bahasa Yunani berarti”masyarakat”. Etnis adalah golongan masyarakat yang didefinisikan secara sosialberdasarkan berbagai macam karakteristik kulturalnya. Artinya, karakteristikkarakteristik kultural ini dapat berupa bahasa, agama, asal suku atau asal negara,tata cara hidup sehari-hari, makanan pokok, cara berpakaian atau ciri-ciri kulturalyang lainnya. Etnis terbentuk berdasarkan definisi sosial dan bukan merupakandefinisi yang didasarkan pada faktor keturunan atau biologis.Nilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 7
Berikut ini disajikan kelompok etnis warga negara Indonesia berdasarkanhasil sensus tahun 2000.Tabel 4 Kelompok Etnis Warga Negara Indonesia Tahun 728293031323334353637Kelompok ntalo/HuldanaloAcehTorajaNias, Kono NihaMinahasaButon, Butung, ButongAtoni MettoManggaraiBimaMandarSumba, Humba, Tau Sumbawa, SemawaLuwuUsing-OsingKendayan, .15292,3900.15Nilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 8
62636465666768697071727374757677Kelompok EtnisTolaki, Laki-laki, LolakiPepaduanSerawaiDaratMuna, TomunakerinciDawanKutaiBolaang MongondowDayakMusi BanyuasinLamaholot, lamahot, LamkoloBelu, TetoRote, RotiPesaguanLiobakumpaiTonteboanBiak Numfor, Mafoorsch, NoeKeiDuriAmbonDani, NdaniBanggai, Mian BanggaiGayo LutSelayarBuolDompuLaniAbung Bunga MayangGayo LuwesTalaudSeramLembakSaluanSaparuaAlasEkagi, 850.03Nilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 9
01102Kelompok EtnisBawean, umSingkilSimeuluBajau, Bajao, Bajo, BayoYamdenaDonggoBukat, Buket, Ukit, UkatTenggerArabTonsawangHalmaheraBaliagaLaloda, LolodaMorotaiAntinggolaGebe, er: Yaqin (2005)2. Membangun Keberagamaan InklusifPengertian dasar tentang agama dapat dikemukakan baik dari agama itusendiri, dari para Antropolog maupun dari para sarjana dari berbagai disiplin ilmupengetahuan. Menurut agama-agama samawi atau agama monoteistik, agamaadalah sebuah pengakuan terhadap adanya Tuhan dan sebagai wadah untukpenyerahan diri terhadap-Nya.Indonesia mengakui keberagaman agama, masing-masing adalah agamaIslam, Kristen, Katholitk, Hindu, Budha, Konghucu. Keenam agama itu seringdisebut agama resmi, karena perhatian besar negara terhadap agama-agamatersebut. Walaupun demikian, sebenarnya terdapat agama-agama ataukepercayaan lain yang dianut oleh masyarakat bangsa Indonesia, terutama olehkelompok-kelompok minoritas masyarakat lokal atau masyarakat adat tertentu.Nilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 10
Permasalahan yang muncul dari realitas kebersamaan ini adalah konflikkeagamaan, baik di dalam satu agama, atau pun antar agama. Salah satu faktorutama konflik keagamaan adalah adanya paradigma keberagamaan masyarakatyang masih ekslusif (Yaqin, 2005, p. 56). Pemahaman keberagamaan inimembentuk pribadi yang antipati terhadap pemeluk agama lainnya. Pribadi yangtertutup dan menutup ruang dialog dengan pemeluk agama lainnya. Pribadi yangselalu merasa hanya agama dan alirannya saja yang paling benar sedangkanagama dan aliran keagamaan lainnya adalah salah dan bahkan dianggap sesat.Karena itu, perlu dibangun pemahaman keberagamaan yang lebih inklusifpluralis, multikultural, humanis, dialogis-persuasif, kontekstual, substantif, danaktif sosial (Yaqin, 2005, pp. 56-57). Pemahaman keberagamaan seperti itu dapatdibangun melalui pendidikan, media massa, maupun melalui interaksi sosial yangintens.Keberagamaan yang inklusif-pluralis berarti dapat menerima pendapat danpemahaman agama lain yang memiliki basis ketuhanan dan kemanusiaan.Pemahaman keberagamaan yang multikultural berarti menerima adanyakeragaman ekspresi budaya yang mengandung nilai-nilai kemanusiaan dankeindahan. Pemahaman yang humanis adalah mengakui pentingnya nilai-nilaikemanusiaan dalam beragama, artinya seseorang yang beragama harus dapatmengimplementasikan nilai-nilai kemanusiaan, menghormati hak asasi orang lain,peduli terhadap orang lain dan berusaha membangun perdamaian dan kedamaianbagi seluruh umat manusia. Paradigma dialogis-persuasif berarti lebihmengedepankan dialog dan cara-cara damai dalam melihat perselisihan danperbedaan pemahaman keagamaan daripada melakukan tindakan-tindakan fisik.Paradigma kontekstual berarti menerapkan cara berfikir kritis dalam memahamiteks-teks keagamaan, artinya meskipun ada teks-teks keagamaan yang tidak bisadiganggu gugat akan tetapi tidak sedikit dari teks-teks keagamaan tersebut yangmembutuhkan interpretasi-interpretasi kritis dalam upaya untuk menjawabpermasalahan-permasalahan keagamaan terkini. Sedangkan paradigma keagamaanyang substansif berarti lebih mementingkan dan menerapkan nilai-nilai agamadaripada hanya melihat dan mengagungkan simbol-simbol keagamaan. Paradigmapemahaman keagamaan aktif sosial berarti agama tidak hanya menjadi alatpemenuhan kebutuhan rohani secara pribadi saja. Akan tetapi yang terpentingadalah membangun kebersamaan dan solidaritas bagi seluruh manusia melaluiaksi-aksi sosial yang nyata yang dapat meningkatkan kesejahteraan umat manusia.3. Kesadaran Budaya MultikulturTerbentuknya komunitas bernama masyarakat adalah implikasi logis darirealisasi kemanusiaan dengan fitrahnya sebagai homo socious (makhlukbermasyarakat). Hubungan antar individu dengan keinginan dan tujuan yang samapada akhirnya membentuk sebuah sistem sosial yang dinamakan masyarakat.Dalam pandangan (Koentjaraningrat, 1990, p. 138), masyarakat adalahkesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadattertentu yang bersifat kolektif dimana manusia itu bergaul dan berinteraksi.Interaksi antar individu dengan keinginan dan tujuan yang sama tersebut padaNilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 11
akhirnya melahirkan kebudayaan. Masyarakat adalah suatu organisasi manusiayang saling berhubungan satu sama lain, sementara kebudayaan adalah suatusistem norma dan nilai yang terorganisasi yang menjadi pegangan bagimasyarakat tersebut. Melalui kebudayaan, manusia menciptakan tatanankehidupan yang ideal di muka bumi.Pengertian budaya. Secara harfiah, kata kebudayaan berasal dari bahasaSansekerta buddhayah, ialah bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atauakal. Demikian kebudayaan itu dapat diartikan hal-hal yang bersangkutan denganbudi dan akal (Koentjaraningrat, 1994, p. 9). Mempertegas pendapatnya,Koentjaraningrat (1990, p. 181) mengemukakan adanya sarjana lain yangmengupas kata budaya sebagai perkembangan dari majemuk budi-daya, yangberarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan.Demikianlah budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa itu.Sedangkan dalam definisi yang disusun oleh Sir Edward Taylor (Harsojo, 1988;Horton & Hunt, 1996; Soekanto, 2003), kebudayaan disebut sebagai komplekskeseluruhan dari pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat istiadatdan semua kemampuan dan kebiasaan yang lain yang diperoleh oleh seseorangsebagai anggota masyarakat.Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa kebudayaanadalah segala sesuatu yang dipelajari dan dialami bersama secara sosial oleh paraanggota suatu masyarakat. Hal tersebut dipertegas oleh pendapat Soekanto yangmenyatakan bahwa budaya terdiri dari segala sesuatu yang dipelajari dari polapola perilaku yang normatif, yang mencakup segala cara atau pola-pola berfikir,merasakan dan bertindak (Soekanto, 2003).Di sisi lain, Koentjaraningrat mendefinisikan kebudayaan sebagaikeseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakannya dengan belajar,beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu (Koentjaraningrat, 1994).Definisi tersebut menegaskan bahwa dalam kebudayaan mensyaratkan terjadinyaproses belajar untuk mampu memunculkan ide atau gagasan dan karya yangselanjutnya menjadi kebiasaan. Pembiasaan yang dilakukan melalui proses belajaritu berlangsung secara terus menerus dari satu generasi kepada generasiberikutnya.Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi mengusulkan definisikebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat (Soemardjan &Soemardi, 1964). Berdasarkan definisinya tersebut kedua tokoh itu menjelaskanbahwa karya masyarakat menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan(material culture) yang diperlukan oleh masyarakat untuk menguasai alam disekitarnya, agar kekuatannya serta hasilnya dapat diabdikan pada keperluanmasyarakat. Rasa yang meliputi jiwa manusia mewujudkan segala norma-normadan nilai-nilai kemasyarakatan yang perlu untuk mengatur masalah-masalahkemasyarakatan dalam arti luas. Di dalamnya termasuk agama, ideologi,kebatinan, kesenian dan semua unsur yang merupakan hasil ekspresi dari jiwamanusia yang hidup sebagai anggota masyarakat. Selanjutnya cipta merupakankemampuan mental, kemampuan berfikir dari orang-orang yang hidupNilai-nilai Ke-Bhinneka Tunggal Ika-an dalam Mata Pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 12
bermasyarakat dan yang antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu-ilmupengetahuan, baik yang berwujud teori murni, maupun yang telah disusun untukdiamalkan dalam kehidupan masyarakat. Semua karya, rasa dan cipta dikuasaioleh karsa dari orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengankepentingan sebagian besar atau seluruh masyarakat.Berkaitan dengan esensi budaya, Toto Tasmara (Tasmara, 2002, p. 161)mengemukakan bahwa kandungan utama yang menjadi esensi budaya adalahsebagai berikut:1) Budaya berkaitan erat dengan persepsi terhadap nilai dan lingkungannyayang melahirkan makna dan pandangan hidup yang akan mempengaruhisikap dan tingkah laku (the total way of life a people).2) Adanya pola nilai, sikap, tingkah laku (termasuk bahasa), hasil karsa dankarya, termasuk segala instrumennya, sistem kerja, teknologi (a waythinking, feeling and believing).3) Budaya merupakan hasil pengalaman hidup, kebiasaan-kebiasaan sertaproses seleksi (menerima atau menolak) norma-norma yang ada dalamcara dirinya berinteraksi sosial atau menempatkan dirinya di tengah-tengahlingkungan tertentu.4) Dalam proses budaya terdapat saling mempengaruhi dan salingketergantungan (interdependensi), baik sosial maupun lingkungannonsosial.Berdasarkan pendapat di atas dapat dikemukakan bahwa budayamerupakan hasil pengalaman hidup yang berkaitan erat dengan persepsi terhadapnilai dan lingkungannya yang melahirkan makna dan pandangan hidup yang akanmempengaruhi sikap dan tingkah laku.Sementara itu, dengan mempelajari beberapa rumusan kebudayaan yangdisampaikan para ahli, Harsojo sampai pada kesimpulan bahwa kebudayaanmeliputi seluruh kelakuan dan hasil kelakuan manusia, yang teratur oleh tatakelakuan, yang harus didapatkannya dengan belajar dan yang semuanya tersusundalam kehidupan masyarakat (Harsojo, 1988, p. 93). Berdasarkan definisinya itu,Harsojo (1988, p. 94) mengemukakan pokok-pokok kebudayaan sebagai berikut:1) kebudayaan yang terdapat antara umat manusia itu sangat beranekaragam2) kebudayaan itu didapat dan diteruskan secara sosial dengan pelajaran3) kebudayaan terjabarkan dari kompo
3.6 Memahami keberagaman suku, agama, ras, budaya, dan gender 3.7 Memahami pengertian dan makna Bhinneka Tunggal Ika 4.6 Berinteraksi dengan teman dan orang lain berdasarkan prinsip saling menghormati, dan menghargai dalam keberagaman suku, agama, ras, budaya, dan gender 4.7 Menyaji hasil telaah tentang makna Bhinneka Tunggal Ika